TRENDING

10 Jun 2008

TUHAN DAN PENGEMBARA

Ada seorang pengembara yang sangat ingin melihat pemandangan yang ada di
balik suatu gunung yang amat tinggi. Maka disiapkanlah segala peralatan
dan berangkatlah ia. Karena begitu berat medan yang harus dia tempuh,
segala perbekalan dan perlengkapannya pun habis. Akan tetapi karena
keinginannya untuk melihat pemandangan yang ada di balik gunung itu, ia
terus melanjutkan perjalanannya.

Sampai suatu ketika, ia menjumpai semak belukar yang sangat lebat dan
penuh duri. Tidak ada jalan lain selain ia harus melewati semak belukar
itu. Pikir pengembara itu, "Wah, jika aku harus melewati semak ini, maka
kulitku pasti akan robek dan penuh luka. Tapi aku harus melanjutkan
perjalanan ini." Maka pengembara itu pun mengambil ancang-ancang dan ia
menerobos semak itu.

Ajaib, pengembara itu tidak mengalami luka goresan sedikit pun. Dengan
penuh sukacita, ia kemudian melanjutkan perjalanan dan berkata dalam hati,
"Betapa hebatnya aku. Semak belukar pun tak mampu menghalangi aku."

Selama hampir satu jam lamanya ia berjalan, tampaklah di hadapannya
kerikil-kerikil tajam berserakan. Dan, tak ada jalan lain selain dia harus
melewati jalan itu. Pikir pengembara itu untuk kedua kalinya, "Jika aku
melewati kerikil ini, kakiku pasti akan berdarah dan terluka. Tapi aku
tetap harus melewatinya." Maka, dengan segenap tekadnya, pengembara itu
berjalan. Ajaib, ia tak mengalami luka tusukan kerikil itu sedikit pun dan
tampak kakinya dalam keadaan baik-baik saja.

Sekali lagi ia berkata dalam hati, "Betapa hebatnya aku. Kerikil tajam pun
tak mampu menghalangi jalanku."

Pengembara itu pun kembali melanjutkan perjalanannya. Saat hampir sampai
di puncak gunung, ia kembali menjumpai rintangan. Batu-batu besar dan
licin menghalangi jalannya, dan tak ada jalan lain selain dia harus
melewatinya. Pikir pengembara itu untuk yang ketiga kalinya, "Jika aku
harus mendaki batu-batu ini, aku pasti akan tergelincir dan tangan serta
kakiku akan patah. Tapi aku ingin sampai di puncak itu. Aku harus
melewatinya."

Maka, pengembara itu pun mulai mendaki batu itu dan … ia tergelincir.
Aneh, setelah ia bangkit, pengembara itu tidak merasakan sakit di tubuhnya
dan tak ada satu pun tulangnya yang patah. Katanya, "Betapa hebatnya aku.
Batu-batu terjal ini pun tidak dapat menghalangi jalanku."

Ia pun melanjutkan perjalanan dan sampai di puncak gunung itu. Betapa
sukacitanya ia melihat pemandangan yang sungguh indah. Tak pernah ia
melihat yang seindah ini. Akan tetapi, saat pengembara itu membalikkan
badannya, tampaklah di hadapannya sesosok manusia yang penuh luka sedang
duduk memandanginya. Tubuhnya penuh luka goresan dan kakinya penuh luka
tusukan dan darah. Ia tak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya karena patah
dan remuk tulangnya.

Berkatalah pengembara itu dengan penuh iba pada sosok yang penuh luka itu,
"Mengapa tubuhmu penuh luka seperti itu? Apakah karena segala rintangan
yang ada tadi? Tidak bisakah engkau sehebat aku karena aku bisa
melewatinya tanpa luka sedikit pun? Siapakah engkau sebenarnya?"

Jawab sosok penuh luka itu dengan tatapan penuh kasih, "Akulah Tuhanmu.
Betapa hati-Ku tak mampu menolak untuk menyertaimu dalam perjalanan ini,
mengingat betapa inginnya engkau melihat keindahan ini. Ketahuilah, saat
engkau harus melewati semak belukar itu, Aku memelukmu erat supaya tak
satu pun duri merobek kulitmu. Saat kau harus melewati kerikil tajam, maka
Aku menggendongmu supaya kakimu tidak tertusuk. Ketika kau memanjat batu
licin dan terjatuh, Aku menopangmu dari bawah agar tak satu pun tulangmu
patah. Ingatkah engkau pada-Ku?"

Pengembara itu pun terduduk dan menangis tersedu-sedu. Untuk kedua
kalinya, Tuhan harus menumpahkan darah-Nya untuk suatu kebahagiaan.

Diambil dari buku "Mencintai Hingga Terluka"

Post a Comment

Berikan komentar Anda ..... Tuhan Memberkati.....

 
Back To Top